Seorang
nenek yang sudah tua rentan ia sering memelihara kucing banyak sekali. Panggil
saja namanya Uwa Engkang, ia sangat menyukai kucing. Ia tinggal di rumah yang
sederhana, rumah yang sudah lapuk dimakan usia seperti usianya sekarang yang
sudah lanjut usia. Uwa Engkang biasanya selalu membawa kucing ketika ia pergi
kemanapun. Bahkan ketika Uwa Engkang tidak ingin membawa kucingnya itu tetapi,
tetap saja kucingnya itu selalu mengikutinya pergi.
Aku
sebagai anak asuhnya jikala ia sedang kesepian akupun menemaninya sama seperti
kucing peliharaanya itu. Setiap pulang sekolah Aku pasti selalu menghampirinya
dan membantunya ketika ia dalam keadaan sulit. Adakalanya ketika aku disuruh
membelikan makanan untuk Uwa Engkang pasti ia selalu memberikan uang lebih
untuk saya. Kadang aku pun merasa bahwa aku seperti menjadi anaknya
sendiri. Tetapi perhatian Uwa Engkang
kepada kucing peliharaannya pun tidak jauh berbeda bahkan kucing peliharaannya
malah lebih dari seekor kucing hewan peliharaannya. Ia bahkan menganggap
kucingnya itu juga seperti anaknya bukan sebagai hewan peliharaan.
Tidak
lupa setiap hari Uwa Engkang selalu memberikan makan untuk kucing-kucingnya
itu. Dengan membelikan ikan Cuee yang
Uwa beli di pasar untuk kucingnya itu. Setengah potong dari satu ikan cue ia
campurkan kedalam nasi yang awalnya ikan cue itu ia suir-suir hingga halus.
Lalu ia campurkan kedalam nasi putih dengan meremas-remasnya secara perlahan
sampai akhirnya tercampur secara merata dan menyatu kedalam nasi. Jika tidak
tercampur secara merata nasi dengan ikan cueenya yang sudah tersuir tidak akan
dimakan sampai habis dan meninggalkan sisa.
Terkadang
ketika aku perhatiin Uwa Engkang, ia bersama kucingnya itu seolah-olah bercanda
dengan seseorang bukanlah sebagai kucing, kaya ada ikatan batin ia bersama
kucingnya itu. Entah kenapa aku pun jadi merasa heran. Bahkan aku berpikir Uwa
Engkang seperti menganggap bahwa kucing itu suaminya ataukah anaknya???,,,
Entahlah, aku pun bingung dibuatnya. Aku pun pernah melihatnya ketika bersama
kucingnya sampai mencium muka dan belahan bibir kucing itu. Terkadang ketika
aku melihatnya seperti itu aku pun merasa kasian kepadanya karena ia hanya
hidup sebatang kara. Bagaikan seseorang yang lahir tanpa ada yang
melahirkannya. Hidupnya yang penuh akan kesendirianya ia pun hidup seadanya
tanpa merasa sedih sedikit pun.
Pada
suatu hari yaitu jumat siang saya siap-siap mandi untuk pergi ke masjid
melaksanakan shalat Jumat. Tidak lama setelah aku pergi ke masjid Uwa Engkang
datang tiba-tiba di siang bolong ke rumah saya. Ia pun yang tidak biasanya
datang kerumahku dengan membawa sehelai selimut dan juga tidak lupa membawa
kucing kesayangannya itu.
Uwa Engkang pun
mengetuk-ngetuk pintu “Tok-tok-tok,,, Assalamualaikum...”
“Kreeekkkk,,,,,,” suara
pintu terbuka
“Walaikum salam,,,” ibu
membukakan pintu rumah dan berkata “ada apa Uwa???,,,” tanya ibuku
“Gax Uwa pengen maen
ajah sambil numpang tiduran ajah di bangku ya neng,,,” Jawab Uwa
“Oh iya Uwa gx apa –apa,,”. “Makasih ya neng,,,”. “Uwa saya tinggal dulu ya wa ke dapur,, saya
lagi masak,,”. “iya neng ,,”. lalu
ibu saya pun pergi ke belakang meninggalkan Uwa Engkang di ruang tamu dengan
kucingnya itu.
Seketika
itu pula Uwa Engkang merebahkan seluruh tubuhnya di atas sofa bersama kucing
kesayanganya. Serta di rebahkanlah selimut yang ia bawa keseluruh tubuhnya dan
menyelimuti akan tubuh yang sudah rentan itu.
Saat
azdan Jumat berkumandang,,, “Allahhu
akbar – Allahhu Akbar,,,,” seketika pula ia pun langsung terlelap tidur di
atas sofa bersama kucingnya. Lalu Ibu saya datang menghampiri untuk melihat Uwa
Engkang yang sedang berbaring di sofa. Tetapi ketika itu Ibu merasa heran kenapa
Uwa Engkang sedang tertidur tetapi kucingnya itu menjillati muka Uwa Engkang???,,,
Ibu saya pun terkejut kenapa badan Uwa tidak ada gerakan.
Akhirnya
ibu mencoba menghampiri dan memegangnya sambil menggoyang - goyangkan.
“Uwa-uwa” ibu memanggilnya. Ternyata badan Uwa Engkang pun terasa sangat
dingin. Ibu saya pun mencoba lagi membangunkan dengan memanggil-manggilnya lagi
“Uwa-uwa...” ternyata tidak bangun juga. Lalu ibu pun merasa was-was. Akhirnya ibu
langsung memanggil Bu’deh (tetangga sebelah). Bu’deh pun memeriksa Uwa Engkang
dan ternyata Uwa Engkang sudah pergi meninggalkan badannya itu. Ternyata yang
ada di atas sofa hanyalah tinggal jasad yang sudah rentan dimakan usia. Kami
semuanya pun turut berduka cita yang tiba-tiba pada siang hari itu tanpa kita sadari
Uwa Engkang telah pergi meninggalkan aku dan kucing kesayangannya serta kita
semua.
0 komentar:
Posting Komentar