Kamis, 07 Maret 2013

Nenek Penyayang Kucing di Akhir Hidupnya




Seorang nenek yang sudah tua rentan ia sering memelihara kucing banyak sekali. Panggil saja namanya Uwa Engkang, ia sangat menyukai kucing. Ia tinggal di rumah yang sederhana, rumah yang sudah lapuk dimakan usia seperti usianya sekarang yang sudah lanjut usia. Uwa Engkang biasanya selalu membawa kucing ketika ia pergi kemanapun. Bahkan ketika Uwa Engkang tidak ingin membawa kucingnya itu tetapi, tetap saja kucingnya itu selalu mengikutinya pergi.
Aku sebagai anak asuhnya jikala ia sedang kesepian akupun menemaninya sama seperti kucing peliharaanya itu. Setiap pulang sekolah Aku pasti selalu menghampirinya dan membantunya ketika ia dalam keadaan sulit. Adakalanya ketika aku disuruh membelikan makanan untuk Uwa Engkang pasti ia selalu memberikan uang lebih untuk saya. Kadang aku pun merasa bahwa aku seperti menjadi anaknya sendiri.  Tetapi perhatian Uwa Engkang kepada kucing peliharaannya pun tidak jauh berbeda bahkan kucing peliharaannya malah lebih dari seekor kucing hewan peliharaannya. Ia bahkan menganggap kucingnya itu juga seperti anaknya bukan sebagai hewan peliharaan.
Tidak lupa setiap hari Uwa Engkang selalu memberikan makan untuk kucing-kucingnya itu. Dengan  membelikan ikan Cuee yang Uwa beli di pasar untuk kucingnya itu. Setengah potong dari satu ikan cue ia campurkan kedalam nasi yang awalnya ikan cue itu ia suir-suir hingga halus. Lalu ia campurkan kedalam nasi putih dengan meremas-remasnya secara perlahan sampai akhirnya tercampur secara merata dan menyatu kedalam nasi. Jika tidak tercampur secara merata nasi dengan ikan cueenya yang sudah tersuir tidak akan dimakan sampai habis dan meninggalkan sisa.
Terkadang ketika aku perhatiin Uwa Engkang, ia bersama kucingnya itu seolah-olah bercanda dengan seseorang bukanlah sebagai kucing, kaya ada ikatan batin ia bersama kucingnya itu. Entah kenapa aku pun jadi merasa heran. Bahkan aku berpikir Uwa Engkang seperti menganggap bahwa kucing itu suaminya ataukah anaknya???,,, Entahlah, aku pun bingung dibuatnya. Aku pun pernah melihatnya ketika bersama kucingnya sampai mencium muka dan belahan bibir kucing itu. Terkadang ketika aku melihatnya seperti itu aku pun merasa kasian kepadanya karena ia hanya hidup sebatang kara. Bagaikan seseorang yang lahir tanpa ada yang melahirkannya. Hidupnya yang penuh akan kesendirianya ia pun hidup seadanya tanpa merasa sedih sedikit pun.
Pada suatu hari yaitu jumat siang saya siap-siap mandi untuk pergi ke masjid melaksanakan shalat Jumat. Tidak lama setelah aku pergi ke masjid Uwa Engkang datang tiba-tiba di siang bolong ke rumah saya. Ia pun yang tidak biasanya datang kerumahku dengan membawa sehelai selimut dan juga tidak lupa membawa kucing kesayangannya itu.
Uwa Engkang pun mengetuk-ngetuk pintu “Tok-tok-tok,,, Assalamualaikum...”
“Kreeekkkk,,,,,,” suara pintu terbuka
“Walaikum salam,,,” ibu membukakan pintu rumah dan berkata “ada apa Uwa???,,,” tanya ibuku
“Gax Uwa pengen maen ajah sambil numpang tiduran ajah di bangku ya neng,,,” Jawab Uwa
“Oh iya Uwa  gx apa –apa,,”. “Makasih ya neng,,,”. “Uwa saya tinggal dulu ya wa ke dapur,, saya lagi masak,,”. “iya neng ,,”. lalu ibu saya pun pergi ke belakang meninggalkan Uwa Engkang di ruang tamu dengan kucingnya itu.
Seketika itu pula Uwa Engkang merebahkan seluruh tubuhnya di atas sofa bersama kucing kesayanganya. Serta di rebahkanlah selimut yang ia bawa keseluruh tubuhnya dan menyelimuti akan tubuh yang sudah rentan itu.
Saat azdan Jumat berkumandang,,, “Allahhu akbar – Allahhu Akbar,,,,” seketika pula ia pun langsung terlelap tidur di atas sofa bersama kucingnya. Lalu Ibu saya datang menghampiri untuk melihat Uwa Engkang yang sedang berbaring di sofa. Tetapi ketika itu Ibu merasa heran kenapa Uwa Engkang sedang tertidur tetapi kucingnya itu menjillati muka Uwa Engkang???,,, Ibu saya pun terkejut kenapa badan Uwa tidak ada gerakan.
Akhirnya ibu mencoba menghampiri dan memegangnya sambil menggoyang - goyangkan. “Uwa-uwa” ibu memanggilnya. Ternyata badan Uwa Engkang pun terasa sangat dingin. Ibu saya pun mencoba lagi membangunkan dengan memanggil-manggilnya lagi “Uwa-uwa...” ternyata tidak bangun juga. Lalu ibu pun merasa was-was. Akhirnya ibu langsung memanggil Bu’deh (tetangga sebelah). Bu’deh pun memeriksa Uwa Engkang dan ternyata Uwa Engkang sudah pergi meninggalkan badannya itu. Ternyata yang ada di atas sofa hanyalah tinggal jasad yang sudah rentan dimakan usia. Kami semuanya pun turut berduka cita yang tiba-tiba pada siang hari itu tanpa kita sadari Uwa Engkang telah pergi meninggalkan aku dan kucing kesayangannya serta kita semua.

0 komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | cheap international voip calls