Sabtu, 16 Maret 2013

Semiotika



Semiotika berasal dari bahasa Yunani : semeion yang berarti tanda. Semiotika adalah model penelitian yang memperhatikan tanda-tanda. Tanda tersebut mewakili sesuatu objek representatif. Istilah semiotik sering digunakan bersama dengan istilah semiologi. Istilah pertama merujuk pada sebuah disiplin sedangkan istilah kedua merujuk pada ilmu tentangnya. Istilah semiotik lebih mengarah pada tradisi Saussurean yang diikuti oleh Charles Sanders Pierce dan Umberto Eco, sedangkan istilah semiologi lebih banyak dipakai oleh Barthes. Baik semiotik ataupun semiologi merupakan cabang penelitian sastra atau sebuah pendekatan keilmuan yang mempelajari hubungan antara tanda-tanda.
Alex Sobur mendefinisikan semiotika sebagai suatu ilmu atau metode analisis untuk mengkaji tanda. Tanda-tanda adalah perangkat yang kita pakai dalam upaya berusaha mencari jalan di dunia ini, di tengah-tengah manusia dan bersama-sama manusia. Semiotika atau dalam istilah Barthes, semiologi : pada dasarnya hendak mempelajari bagaimana kemanusiaan (humanity) memaknai hal-hal (things). Memaknai (to signify) dalam hal ini tidak dapat dicampuradukkan dengan mengkomunikasikan (to communicate). Memaknai berarti bahwa objek-objek tidak hanya membawa informasi, tetapi juga mengkonstitusi sistem terstruktur dari tanda.
Sedangkan Van Zoest seperti dikutip oleh Rahayu S. Hidayat menjelaskan bahwa semiotika mengkaji tanda, penggunaan tanda, dan segala sesuatu yang bertalian dengan tanda. Berbicara tentang kegunaan semiotika tidak dapat dilepaskan dari pragmatik, yaitu untuk mengetahui apa yang dilakukan dengan tanda, apa reaksi manusia ketika berhadapan dengan tanda. Dengan kata lain, permasalahannya terdapat pada produksi dan konsumsi arti. Semiotika dapat diterapkan di berbagai bidang antara lain: semiotika musik, semiotika bahasa tulis, semiotika komunikasi visual, semiotika kode budaya, dsb. Pengkajian kartun dan gambar masuk dalam ranah semiotika visual.

Terdapat tiga bidang kajian dalam semiotika:
pertama, semiotika komunikasi yang menekuni tanda sebagai bagian dari proses komunikasi. Artinya, di sini tanda hanya dianggap tanda sebagaimana yang dimaksudkan pengirim dan sebagaimana yang diterima oleh penerima. Dengan kata lain, semiotika komunikasi memperhatikan denotasi suatu tanda. Pengikut aliran ini adalah Buyssens, Prieto, dan Mounin.
Kedua, semiotika konotasi, yaitu yang mempelajari makna konotasi dari tanda. Dalam hubungan antarmanusia, sering terjadi tanda yang diberikan seseorang dipahami secara berbeda oleh penerimanya. Semiotika konotatif sangat berkembang dalam pengkajian karya sastra. Tokoh utamanya adalah Roland Barthes, yang menekuni makna kedua di balik bentuk tertentu.
Ketiga adalah semiotika ekspansif dengan tokohnya yang paling terkenal Julia Kristeva. Dalam semiotika jenis ini, pengertian tanda kehilangan tempat sentralnya karena digantikan oleh pengertian produksi arti. Tujuan semiotika ekspansif adalah mengejar ilmu total dan bermimpi menggantikan filsafat.

Berdasarkan semiotika yang dikembangkan Saussure, Barthes mengembangkan dua sistem penandaan bertingkat, yang disebutnya sistem denotasi dan konotasi. Sistem denotasi adalah sistem pertandaan tingkat pertama, yang terdiri dari rantai penanda dan petanda, yakni hubungan materialitas penanda atau konsep abstrak dibaliknya. Pada sistem konotasi atau sistem penandaan tingkat kedua rantai penanda/petanda pada sistem denotasi menjadi penanda, dan seterusnya berkaitan dengan petanda yang lain pada rantai pertandaan lebih tinggi.
Secara terperinci, Barthes dalam bukunya Mythology menjelaskan bahwa sistem signifikasi tanda terdiri atas relasi (R = relation) antara tanda (E = expression) dan maknanya (C = content). Sistem signifikasi tanda tersebut dibagi menjadi sistem pertama (primer) yang disebut sistem denotatif dan sistem kedua (sekunder) yang dibagi lagi menjadi dua yaitu sistem konotatif dan sistem metabahasa. Di dalam sistem denotatif terdapat antara tanda dan maknanya, sedangkan dalam sistem konotatif terdapat perluasan atas signifikasi tanda (E) pada sistem denotatif. Sementara itu di dalam sistem metabahasa terhadap perluasan atas signifikasi makna (C) pada sistem denotatif. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa sistem konotatif dan sistem metabahasa merupakan perluasan dari sistem denotatif.
Piliang menjelaskan bahwa denotasi adalah tingkat pertandaan yang menjelaskan hubungan antara penanda dan petanda, atau antara tanda dan rujukannya pada realitas, yang menghasilkan makna yang eksplisit, langsung dan pasti. Makna denotasi (denotative meaning), dalam hal ini adalah makna pada apa yang tampak. Misalnya, foto wajah Soeharto berarti wajah Soeharto sesungguhnya bukan gambar Soeharta berarti wajah Soeharto itu bukan wajah Soeharto sesungguhnya tetapi palsu.
Denotasi adalah tanda yang penandaannya mempunyai tingkat konvensi atau kesepakatan yang tinggi. Sedangkan konotasi adalah tingkat pertandaan yang menjelaskan hubungan antara penanda dan petanda, yang di dalamnya beroperasi makna yang tidak eksplisit, tidak langsung dan tidak pasti (artinya terbuka terhadap berbagai kemungkinan). Ia menciptakan makna lapis kedua, yang terbentuk ketika penanda dikaitkan dengan berbagai aspek psikologis, seperti perasaan, emosi atau keyakinan. Misalnya, tanda “bunga” mengkonotasikan “kasih sayang” atau tanda "hati/love" mengkonotasikan "cinta". Konotasi dapat menghasilkan makna lapis kedua yang bersifat implisit, tersembunyi, yang disebut makna konotatif (conotative meaning).



Alex Sobur, Semiotika Komunikasi. (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya).
Roland Barthes, Mitologi, (Jogjakarta: Kreasi wacana, 2009).

Kamis, 07 Maret 2013

Nenek Penyayang Kucing di Akhir Hidupnya




Seorang nenek yang sudah tua rentan ia sering memelihara kucing banyak sekali. Panggil saja namanya Uwa Engkang, ia sangat menyukai kucing. Ia tinggal di rumah yang sederhana, rumah yang sudah lapuk dimakan usia seperti usianya sekarang yang sudah lanjut usia. Uwa Engkang biasanya selalu membawa kucing ketika ia pergi kemanapun. Bahkan ketika Uwa Engkang tidak ingin membawa kucingnya itu tetapi, tetap saja kucingnya itu selalu mengikutinya pergi.
Aku sebagai anak asuhnya jikala ia sedang kesepian akupun menemaninya sama seperti kucing peliharaanya itu. Setiap pulang sekolah Aku pasti selalu menghampirinya dan membantunya ketika ia dalam keadaan sulit. Adakalanya ketika aku disuruh membelikan makanan untuk Uwa Engkang pasti ia selalu memberikan uang lebih untuk saya. Kadang aku pun merasa bahwa aku seperti menjadi anaknya sendiri.  Tetapi perhatian Uwa Engkang kepada kucing peliharaannya pun tidak jauh berbeda bahkan kucing peliharaannya malah lebih dari seekor kucing hewan peliharaannya. Ia bahkan menganggap kucingnya itu juga seperti anaknya bukan sebagai hewan peliharaan.
Tidak lupa setiap hari Uwa Engkang selalu memberikan makan untuk kucing-kucingnya itu. Dengan  membelikan ikan Cuee yang Uwa beli di pasar untuk kucingnya itu. Setengah potong dari satu ikan cue ia campurkan kedalam nasi yang awalnya ikan cue itu ia suir-suir hingga halus. Lalu ia campurkan kedalam nasi putih dengan meremas-remasnya secara perlahan sampai akhirnya tercampur secara merata dan menyatu kedalam nasi. Jika tidak tercampur secara merata nasi dengan ikan cueenya yang sudah tersuir tidak akan dimakan sampai habis dan meninggalkan sisa.
Terkadang ketika aku perhatiin Uwa Engkang, ia bersama kucingnya itu seolah-olah bercanda dengan seseorang bukanlah sebagai kucing, kaya ada ikatan batin ia bersama kucingnya itu. Entah kenapa aku pun jadi merasa heran. Bahkan aku berpikir Uwa Engkang seperti menganggap bahwa kucing itu suaminya ataukah anaknya???,,, Entahlah, aku pun bingung dibuatnya. Aku pun pernah melihatnya ketika bersama kucingnya sampai mencium muka dan belahan bibir kucing itu. Terkadang ketika aku melihatnya seperti itu aku pun merasa kasian kepadanya karena ia hanya hidup sebatang kara. Bagaikan seseorang yang lahir tanpa ada yang melahirkannya. Hidupnya yang penuh akan kesendirianya ia pun hidup seadanya tanpa merasa sedih sedikit pun.
Pada suatu hari yaitu jumat siang saya siap-siap mandi untuk pergi ke masjid melaksanakan shalat Jumat. Tidak lama setelah aku pergi ke masjid Uwa Engkang datang tiba-tiba di siang bolong ke rumah saya. Ia pun yang tidak biasanya datang kerumahku dengan membawa sehelai selimut dan juga tidak lupa membawa kucing kesayangannya itu.
Uwa Engkang pun mengetuk-ngetuk pintu “Tok-tok-tok,,, Assalamualaikum...”
“Kreeekkkk,,,,,,” suara pintu terbuka
“Walaikum salam,,,” ibu membukakan pintu rumah dan berkata “ada apa Uwa???,,,” tanya ibuku
“Gax Uwa pengen maen ajah sambil numpang tiduran ajah di bangku ya neng,,,” Jawab Uwa
“Oh iya Uwa  gx apa –apa,,”. “Makasih ya neng,,,”. “Uwa saya tinggal dulu ya wa ke dapur,, saya lagi masak,,”. “iya neng ,,”. lalu ibu saya pun pergi ke belakang meninggalkan Uwa Engkang di ruang tamu dengan kucingnya itu.
Seketika itu pula Uwa Engkang merebahkan seluruh tubuhnya di atas sofa bersama kucing kesayanganya. Serta di rebahkanlah selimut yang ia bawa keseluruh tubuhnya dan menyelimuti akan tubuh yang sudah rentan itu.
Saat azdan Jumat berkumandang,,, “Allahhu akbar – Allahhu Akbar,,,,” seketika pula ia pun langsung terlelap tidur di atas sofa bersama kucingnya. Lalu Ibu saya datang menghampiri untuk melihat Uwa Engkang yang sedang berbaring di sofa. Tetapi ketika itu Ibu merasa heran kenapa Uwa Engkang sedang tertidur tetapi kucingnya itu menjillati muka Uwa Engkang???,,, Ibu saya pun terkejut kenapa badan Uwa tidak ada gerakan.
Akhirnya ibu mencoba menghampiri dan memegangnya sambil menggoyang - goyangkan. “Uwa-uwa” ibu memanggilnya. Ternyata badan Uwa Engkang pun terasa sangat dingin. Ibu saya pun mencoba lagi membangunkan dengan memanggil-manggilnya lagi “Uwa-uwa...” ternyata tidak bangun juga. Lalu ibu pun merasa was-was. Akhirnya ibu langsung memanggil Bu’deh (tetangga sebelah). Bu’deh pun memeriksa Uwa Engkang dan ternyata Uwa Engkang sudah pergi meninggalkan badannya itu. Ternyata yang ada di atas sofa hanyalah tinggal jasad yang sudah rentan dimakan usia. Kami semuanya pun turut berduka cita yang tiba-tiba pada siang hari itu tanpa kita sadari Uwa Engkang telah pergi meninggalkan aku dan kucing kesayangannya serta kita semua.
Powered By Blogger

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | cheap international voip calls